Jumat, 04 April 2025

Hukum Negara dan Hukum Adat: Dua Kutub Yang Saling Menguatkan

 


Hukum Negara dan Hukum Adat: Dua Kutub Yang Saling Menguatkan

Hukum  adat  berkembang  mengikuti  perkembangan masyarakat  dan  tradisi  rakyat  yang  ada.  Hukum  adat  merupakan endapan  kesusilaan  dalam  masyarakat  yang  kebenarannya mendapatkan  pengakuan  dalam  masyarakat  tersebut.  Dalam perkembangannya,  praktek  yang  terjadi  dalam  masyarakat  hukum adat  keberadaan  hukum  adat  sering  menimbulkan  pertanyaan-pertanyaan  apakah  aturan  hukum  adat  ini  tetap  dapat  digunakan untuk mengatur kegiatan sehari-hari masyarakat dan  menyelesaikan suatu permasalahan-permasalahan yang timbul di masyarakat hukum adat. Sementara itu negara kita juga mempunyai aturan hukum yang dibuat  oleh  badan  atau  lembaga  pembuat  undang-undang  dan peraturan perundang-undangan lainnya. Antara hukum adat dengan hukum  negara  mempunyai  daya  pengikat  yang  berbeda  secara konstitusional  bersifat  sama  tetapi  terdapat perbedaan  pada bentuk dan aspeknya (Della Sri Wahyuni 2013).

Adat  istiadat  pada  hakikatnya  sudah  ada  pada  zaman  kuno, yakni pra masuknya agama Hindu ke Indonesia. Pada waktu itu adat yang berlaku adalah adat-adat Melayu–Polinesia. Lambat laun kultur Islam dan Kristen  juga mempengaruhi kultur  asli.  Pengaruh  kultur-kultur  pendatang  tersebut  di  atas  adalah  sangat  besar  sehingga akhirnya  kultur  asli  yang  sejak  lama  menguasai  tata  kehidupan masyarakat  Indonesia  itu  tergeser,  dan  adat  yang  berlaku  adalah merupakan akulturasi antara adat asli dengan adat yang dibawa oleh agama  Hindu,  Islam  dan  Kristen.  Dengan  demikian  dalam perkembangan hukum adat pun di masyarakat sangatlah dipengaruhi oleh ketiga  agama tersebut di  atas. Hukum adat  merupakan hukum yang  tumbuh  dari  kesadaran  masyarakat,  yang  merupakan pencerminan  dari  cita  rasa  dan  akal  budi  budaya  bangsa.  Dalam perkembangan  dan pembangunan  di bidang  hukum,  sering  timbul pernyataan,  apakah  dalam  pembentukannya  akan  menggunakan bahan-bahan  hukum  adat,  yang  merupakan  hukum  sendiri,  atau malahan menggunakan hukum dari luar (asing). 

Setiap masyarakat di seluruh dunia mempunyai tata hukum di dalam  wilayah  negaranya.  Tidak  ada  suatu  bangsa  yang  tidak mempunyai  tata  hukum  nasionalnya.  Hukum  nasional  bangsa merupakan  cerminan  dari  kebudayaan  bangsa  yang  bersangkutan. Karena  hukum  merupakan  akal  budi  bangsa  dan  tumbuh  dari kesadaran hukum bangsa, maka hukum akan tampak dari  cerminan kebudayaan bangsa tersebut.

Ada sebagian para sarjana yang meragukan tentang kemampuan hukum  adat untuk  dijadikan  dasar  atau landasan  hukum  nasional. Pendapat  ini  didasarkan  pada  pendapat  dan  argumentasi  bahwa hukum adat adalah hukum kuno, dan sering disebut hukum primitif, yang  hanya  cocok  untuk  digunakan  pada  masyarakat  yang terbelakang. Pendapat ini  menimbulkan konsekwensi bahwa hukum adat  tidak  sesuai  lagi  bilamana  digunakan  sebagai  hukum  bagi masyarakat  peradaban  modern.  Apalagi  jika diberlakukan  pada era globalisasi saat ini, dimana hubungan masyarakat antar negara tidak lagi ada pembatasan (Susylawati 2013).

Metode 

Penelitian  hukum  ini  merupakan  penelitian  hukum  normatif yang  dilakukan  dengan  dengan  cara  meneliti  bahan  pustaka  dan disebut  juga  penelitian  hukum  kepustakaan.  Spesifikasi  Penelitian. Dalam  penulisan  ini  metode  penelitian  yang  digunakan  bersifat deskriptif analitis, yaitu berdasarkan kondisi yang ada sesuai data-data yang  diperoleh  dalam  penelitian,  dihubungkan  dan  dibandingkan dengan teori-teori yang ada sesuai dengan penulisan ini.

Pembahasan dan Temuan Tentang Hukum Adat

Hukum  Adat  adalah  hukum  yang  berlaku  dan  berkembang dalam  lingkungan  masyarakat  di  suatu  daerah.  Ada  beberapa pengertian  mengenai  Hukum  Adat.  Menurut  Hardjito  Notopuro Hukum Adat adalah hukum tak tertulis, hukum kebiasaan dengan ciri khas  yang  merupakan  pedoman  kehidupan  rakyat  dalam menyelenggarakan  tata  keadilan dan  kesejahteraan  masyarakat  dan bersifat  kekeluargaan.  Menurut  Soepomo,  Hukum  Adat  adalah sinonim dari hukum tidak tertulis didalam peraturan legislatif, hukum yang  hidup  sebagai  konvensi  di  badan-badan  negara  (parleman, dewan  Provinsi,  dan  sebagainya),  hukum  yang  hidup  sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan dalam pergaulan hidup, baik di  kota  mauun  di  desa-desa.  Sedangkan  Menurut  Cornelis  van Vollennhoven  Hukum  Adat  adalah  himpunan  peraturan  tentang perilaku  bagi  orang  pribumi  dan  Timur  Asing  pada  satu  pihak   mempunyai  sanksi  (karena  bersifat  hukum),  dan  pada  pihak  lain berada dalam  keadaan tidak  dikodifikasikan (karena  adat)  (C.  Dewi Wulandari 2010).

Hukum  adat  di  Indonesia  dikenal  sebagai  perangkat  hukum yang  beraneka  ragam  dengan  isi  dan  norma-norma  hukumnya. Kedudukan  hukum  adat  sejajar  dengan  hukum  Islam  dan  hukum warisan  Pemerintah  Belanda  yang  berlaku  di  Indonesia  (Thontowi 2013). Akan tetapi kenyataannya yang beragam itu adalah perangkat hukum yang mengatur bidang kekeluargaan dan pewarisan. Hukum adat dan masyarakat hukum adat yang mengatur tanah pada dasarnya ada keseragaman, karena mewujudkan konsepsi, asas-asas hukum dan sistem pengaturan yang sama dengan penguasaan yang tertinggi apa yang  dalam  perundang-undangan  dikenal  sebagai  hak  ulayat lembaga-lembaga hukumnya bisa berbeda karena adanya keadaan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan sebutan-sebutan lembaga-lembaga hukumnya pun berbeda termasuk sebutan ulayatnya sendiri, berbeda karena bahasa seempatnya berbeda (Tehupeiory 2019).

Di  dalam  masyarakat  kita,  pengertian  hukum,  adat  masih simpang siur. Untuk lebih jelasnya, maka perlu kiranya kita mengikuti beberapa  faham  yang  berkembang  dalam  masyarakat  tentang  apa hukum adat itu, sebagaimana yang dikemukakan oleh Moch Koesnoe, sebagai berikut:

 1) Faham  pertama,  mengasosiasikan  hukum  adat  dengan  hukum primitif. Hukum adat yang diartikan sebagai demikian, menimbulkan suatu konsekuensi yakni adanya suatu pandangan betapa tidak akan sesuainya  hukum  adat  untuk  dipergunakan  sebagai  hukum  yang mengarah  kepada  kehidupan  yang  modern.  Dalam  pandangan  ini hukum adat hanya sesuai dengan kehidupan yang primitif.

2)  Faham kedua,  melihat bahwa  hukum adat  sama  dengan  hukum kebiasaan (gewoonterecht atau customary law yakni hukum yang hidup dalam  praktek  hukum  sehari-hari  dalam  bentuknya  yang  relatif konstan untuk sepanjang masa mengenai persoalan-persoalan hukum yang terdapat di dijilam masyarakat yang bersangkutan. Faham yang melihat  hukum  adat  sebagai  demikian  ini  membawa  konsekuensi pandangan,  bahwa  hukum  adat  tidak  berubah.  tidak  mengikuti perkembangan  masyarakat  dan  tidak  dapat  menyesuaikan  dengan perkembangan zaman. 

3) Faham ketiga, melihat hukum adat dalam arti sebagaimana diikuti oleh Snouck Hurgronje yang menyatakan bahwa hukum adat adalah hukum yang mempunyai akibat hukum, kemudian van Vollebhoven menegaskan  lebih  lanjut  dengan  menyatakan  bahwa  adat  yang mempunyai sanksi, dan kemudian Ter Haar lebih mempertegas untuk kepentingan penggarapan secara yuridis.

4) Faham keempat, melihat hukum adat bukan sebagai hukum  yang hidup  di  dalam  masyarakat  bangsa  kita  sebagai  hukum  yang merupakan  milik  bangsa,  karena  lahir  dari cita-cita  budaya bangsa. Dalam pengertian ini, hukum adat sebagai golongan-golongan dalam kalangan  rakyat  Indonesia  asli,  dikehendaki  menjadi  hukum  bagi bangsa Indonesia, artinya hukum nasional Indonesia.

Bertolak  dari  keempat  paham  tersebut,  maka  penulis merangkumnya  dalam  suatu  pendapat  bahwa  hukum  adat  adalah hukum  Indonesia  asli  yang  tidak  tertulis  yang  bersumber  dari kesadaran dan  budaya bangsa  yang  disana  sini  mengandung  unsur agama (Sri Sudaryatmi 2012). 

Dasar Hukum Berlakunya Hukum Adat di Indonesia

Perkembangan  hukum  dan  masyarakat  Indonesia  berubah seiring  dengan  perkembangan  bukan  saja  tuntutan  sosial,  budaya, ekonomi dan politik, tetapi juga sistem hukum nasional turut berubah pula(Thontowi 2013). Dasar hukum sah berlakunya hukum adat dalam batang tubuh UUD 1945, tidak satupun pasal yang mengatur tentang hukum adat. Oleh karena itu, aturan untuk berlakunya kembali hukum adat ada pada Aturan Peralihan  UUD  1945 Pasal II,  yang berbunyi: “Segala  badan  Negara  dan  peraturan  yang  ada  masih  langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar  ini”.  Aturan Peralihan  Pasal  II ini  menjadi dasar  hukum  sah berlakunya  hukum  adat.  Dalam  UUDS  1950  Pasal  104  disebutkan bahwa segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan dalam  perkara  hukuman  menyebut  aturan-  aturan  Undang-Undang dan aturan adat yang dijadikan dasar hukuman itu. Tetapi UUDS 1950 ini  pelaksanaannya  belum  ada,  maka  kembali  ke Aturan  Peralihan UUD  1945  (Bewa  Ragawino  2018).    Adanya  hukum  adat  sebagai fondasi penting dari suatu sistem hukum pada hakikatnya merupakan kesatuan atau himpunan dari berbagai cita-cita dan cara-cara manusia yang berusaha untuk mengatasi masalah nyata maupun potensial yang timbul  dari  pergaulan  sehari-hari  yang  menyangkut  kedamaian masyarakat itu sendiri. Semakin kompleks susunan suatu masyarakat semakin luas dan mendalam pengaruh hukum adat dalam mengatur kehidupan manusia (Irenius Kidaman 2018).

 Untuk  menjelaskan  dasar  hukum  berlakunya  hukum  adat  di Indonesia,  idealnya  kita  mengetahui  dasar-dasar  yuridis  tentang berlakunya  hukum  adat,  dari  jaman  kolonial  hingga  pada  masa berikutnya  sampai  sekarang. Pada  zaman  kolonial Belanda  sumber hukum yang pertama harus dilihat adalah pasal 75 Regerings Reglement baru (yang disingkat R.R baru), yang berlaku pada tanggal 1 Januari 1920,  yang  menyatakan  bahwa  Hukum  Eropa  akan  berlaku  bagi golongan Eropa berlaku Hukum Eropa dan bagi orang Indonesia Asli, namun  menyatakan  dengan  sukarela bahwa  ia akan  menundukkan diri hukum Eropa. Sedangkan dalam lapangan perdata bagi golongan orang Indonesia  yang  lain, akan berlaku  hukum adat dengan  syarat tidak bertentangan dengan dasar-dasar keadilan yang  diakui umum. Sebaliknya apabila peraturan hukum adat bertentangan dengan dasar-dasar keadilan atau terdapat suatu  masalah yang tidak diatur dalam hukum adat, maka hakim wajib memakai dasar-dasar umum hukum perdata Eropa sebagai pedoman. Pasal 75 RR tersebut dipertegas oleh pasal 130 IS yang menyatakan bahwa daerah-daerah diberi kebebasan untuk menganut hukumnya sendiri (Irenius Kidaman 2018).   

Setelah  Indonesia  merdeka  pada  tanggal  17  Agustus  1945, sehari  berikutnya  tanggal  18  Agustus  1945  ditetapkanlah  Undang-Undang  Dasar  1945.  Dasar  hukum  berlakunya  hukum  adat  ketika jaman  penjajahan  masuk  ke  wilayah  setelah  Indonesia  merdeka melalui pasal II  Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar  1945, yang menyatakan  bahwa  segala  badan  negara  dan  peraturan  yang  ada masih berlaku, selama belum diadakan yang  baru menurut Undang-Undang  Dasar. Pada  awal-awal  kemerdekaan  muncul paham  yang hendak memperjuangkan terwujudnya hukum nasional dengan cara mengangkat  hukum  rakyat,  yaitu  hukum  adat,  menjadi  hukum nasional (Soetandyo Wignjosoebroto 1995).  Pelopor dari  ide tersebut mayoritas  adalah  golongan  tua,  suatu  ide  yang  sejak  awal dikemukakan  oleh  nasionalis-nasionalis  generasi  sebelumnya,  yang menyatakan  bahwa  hukum  adat  layak  diangkat  sebagai  hukum nasional yang modern (R. Soepomo 2003).

Hukum  adat  adalah  sistem  hukum  yang  dikenal  dalam lingkungan  kehidupan  sosial  di  Indonesia  dan  negara-negara  Asia lainnya  seperti  Jepang,  India,  dan  Tiongkok.  Sumbernya  adalah peraturan-peraturan  hukum  tidak  tertulis  yang  tumbuh  dan berkembang  dan  dipertahankan  dengan  kesadaran  hukum masyarakatnya.  Peraturan-peraturan  ini  tidak  tertulis  dan  tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis (Abdullah 2016). Penegak hukum adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera (Mustaghfirin 2011). 

Sistem Hukum Adat

Hukum  adat  adalah  sistem  hukum  yang  dikenal  dalam lingkungan  kehidupan  sosial  di  Indonesia  dan  negara-negara  Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Hukum adat merupakan nilai-nilai  yang  hidup  dan  berkembang  di  dalam masyarakat  suatu daerah  (M.  Saleh  2013).  Sebagian  besar  tidak  tertulis  dan  tumbuh kembang  (M.  Saleh 2013),  maka hukum  adat memiliki  kemampuan menyesuaikan diri dan elastis (Abdullah 2016). Penegak hukum adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya  dalam  lingkungan  masyarakat  adat  untuk  menjaga keutuhan hidup sejahtera.

Hukum adat  di  Indonesia terdiri dari  berbagai macam  hukum adat,  menurut  Puchta  (1798-1846)  murid  von  Savigny  hukum  adat yang semacam ini tidak dapat dijadikan hukum secara nasional hanya sebagai keyakinan bagi masyarakatnya masing-masing, nilai-nilainya juga tidak dapat dimasukkan di dalam sistem hukum nasional, keculai hukum  adat  yang  di  miliki,  diyakini  dan  diamalkan  secara  terus menerus oleh bangsa atau masyarakat nasional dapat dijadikan hukum secara nasional setelah melalui proses pengesahan di lembaga legislatif dan  atau  eksekutif,  dan  nilai-nilainya  dapat  dimasukkan  ke  dalam sistem hukum nasional (Mustaghfirin 2011).

Peran Hukum Adat dalam Membentuk Hukum Negara

Keberadaan  hukum  adat  dalam  sistem  hukum  nasional Indonesia  mendapat  tempat  penting  dan  strategis.  Hukum  adat sebagai  bagian  dari  hukum  yang  hidup  dan  berkembang  dalam masyarakat  sudah  ada  jauh  sebelum  produk  hukum  kolonial diberlakukan di Indonesia atau bahkan pada  sejarah kolonialisme di Indonesia. Dalam Seminar Hukum Nasional ke-6 Tahun 1994, dalam laporan mengenai materi “Hukum Kebiasaan”, ditentukan: 1. Hukum kebiasaan mengandung dua pandangan: 

a. Dalam arti identik dengan hukum adat yang berlaku dalam masyarakat etnis dan lingkungan hukum adat.

b. Dalam arti kebiasaan yang diakui masyarakat dan pengambil keputusan  (decision  maker)  sehingga  lambat  laun  menjadi hukum (gewoonte recht, customary recht). Hukum kebiasaan ini bersifat  nasional  dimulai  sejak  proklamasi  kemerdekaan, terutama dalam bidang hukum tata Negara, hukum kontrak, hukum ekonomi dan sebagainya.

2. Hukum Kebiasaan merupakan sumber hukum yang penting dalam kehidupan masyarakat (Hulman Panjaitan 2016).  Hukum adat sebagai hukum asli Indonesia merupakan hukum yang senantiasa mengikuti jiwa dari bangsa masyarakat Indonesia, karena senantiasa tumbuh dan hidup dari  kebudayaan masyarakat  tempat hukum  adat itu  berlaku. Dan hukum adat merupakan salah satu penjelmaan dari kepribadian, jiwa dan struktur masyarakat/bangsa. Hal ini sejalan dengan pendapat Von  Savigny3,  yang menyatakan  bahwa  isi  hukum ditentukan  oleh perkembangan  adat  istiadat dan  isi  hukum  ditentukan  oleh  sejarah masyarakat dimana hukum itu berlaku. 

Sejak Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia  merupakan  bangsa  yang  bebas  dan  mandiri  baik  dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Dan dengan disahkannya Undang-Undang  Dasar  1945,  negara  Indonesia  mempunyai  dasar-dasar  tertib  hukum  baru,  yang  mencerminkan  kepribadian  bangsa Indonesia.  Hal ini nampak dari Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960, yang  menyatakan  secara  tegas  bahwa  pembinaan  hukum  Nasional haruslah  memperhatikan  homogenitas  hukum  dengan  memperhatikan kenyataan-kenyataan yang hidup di masyarakat dan harus sesuai dengan haluan negara serta berlandaskan kepada hukum adat  yang  tidak  menghambat  perkembangan  masyarakat.  Dalam seminar Hukum Adat Nasional pada tanggal 15–17 Januari 1975 yang diselenggarakan oleh  Universitas  Gadjah  Mada dan  Badan Pembina Hukum Nasional, hukum  adat  diartikan  sebagai  “hukum Indonesia asli yang  tidak tertulis  dalam  bentuk perundangundangan Republik Indonesia,  yang  di  sana  sini  mengandung  unsur-unsur  agama”.  Di dalam  seminar  tersebut  dirumuskan  tentang  konsep  hukum  adat dalam  rangka  pembangunan  hukum  di  Indonesia,  antara  lain: Pertama,  bahwa  pengambilan  bahan-bahan  dari  hukum  adat  pada dasarnya menggunakan konsepsi-konsepsi dan asas-asas hukum dari hukum  adat  untuk  dirumuskan  dalam  norma-norma  hukum  yang memenuhi  kebutuhan  masyarakat;  kedua,  penggunaan  lembaga-lembaga hukum adat dimodernisir dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman; ketiga, memasukan konsep-konsep dan asas-asas hukum adat ke dalam lembaga-lembaga hukum baru (Hilman Hadikusuma 2003).  Dengan demikian hukum adat  masih relevan hingga  saat ini karena keadilan  dan  kebenaran  yang  merupakan  tujuan  hukum,  wajib merupakan kebenaran dan  keadilan  yang  mencerminkan  kebenaran dan  keadilan  yang  hidup  di  dalam  hati  nurani  rakyat.  Apabila  di masyarakat ada sebagian yang berpendapat bahwa hukum adat sudah mengalami  perlunakan  berlakunya  pada  era  modern  seperti  ini, memang  pendapat  tersebut  ada  benarnya.  Fakta ini  didukung  oleh kenyataan bahwa  sistem hukum yang  dipakai di  negara  kita adalah sistem  Eropa  Kontinental.  Pada  sistem  Eropa  Kontinental,  hukum tertulis  (peraturan  perundang-undangan)  lebih  mempunyai  fungsi yang  lebih  besar  di  dalam  penyelenggaraan  negara  maupun pengaturan masyarakat, jika dibandingkan dengan hukum yang tidak tertulis. Dengan sistem Eropa Kontinental tersebut, hukum yang lebih dominan  adalah  yang  tertulis,  dan  hukum  yang  tidak  tertulis (termasuk di dalamnya hukum adat) disebut sebagai pelengkap saja. Akibatnya  selama  suatu masalah  telah diatur  di  dalam  perundang-undangan dan ternyata isinya bertentangan/berbeda dengan hukum adat, maka secara yuridis formal, yang berlaku adalah hukum tertulis. 

Namun yang perlu diingat bahwa dalam praktik di masyarakat terkadang  hukum  tertulis  tidak  selamanya  sejalan  dengan perkembangan  di  masyarakat,  sehingga  aturan  yang  tertulis  tidak dapat menyelesaikan masalah-masalah yang ada dan terkadang tidak mencerminkan rasa keadilan di dalam masyarakat. Jika hal ini terjadi, maka berarti terjadi kesenjangan antara hukum tertulis dengan hukum yang hidup di masyarakat. Pada kasus demikian, maka hukum tidak tertulislah (hukum adat) nantinya yang akan menyelesaikan masalah tersebut.  Hal  ini  nampak  dari  amanat  Undang-Undang  Nomor  4 Tahun  2004  di  atas,  yang  memberikan  keleluasaan  kepada  hakim untuk memahami, menggali dan mengikuti nilai-nilai hukum yang ada di masyarakat. Dengan demikian eksistensi hukum adat hingga saat ini tetap  mempunyai  peranan  yang  penting,  terutama  dalam pembentukan  hukum  nasional  yang  akan  datang,  terutama  dalam lapangan hukum kekeluargaaan. Hukum adat akan menjadi salah satu sumber utama dalam pembentukan hukum tertulis, sehingga aturan tertulis  tersebut  otomatis  merupakan  pencerminan  dari  hukum masyarakat.  Dan  tentu  saja  dengan  harapan  ketika  hukum  tertulis tersebut sudah diberlakukan, dalam praktik di masyarakat tidak terjadi lagi  kesenjangan  dengan  law  in action-nya.  Peranan  hakim  sebagai penemuan  hukum  sangat penting  untuk  memperhatikan  kesadaran hukum  yang  hidup  dalam  masyarakat  (hukum  adat)  sebagai pertimbangan  dalam  memutus  suatu  sengketa,  dengan  demikian yurisprudensi merupakan  salah satu  sumber  pengenal  hukum  yang hidup dalam masyarakat.

Kesimpulan

Hukum  adat  sebagai  hukum  non  statutoir,  sesuai  dengan sifatnya  akan  secara  terus  menerus  tumbuh  dan  berkembang  di masyarakat.  Sebagai  hukum  tradisional  dan  asli  hukum  Indonesia, hukum adat digolongkan sebagai hukum yang primitif, sehingga tidak jarang  banyak  pihak  yang  meragukan  eksistensi  dan pendayagunaannya  pada  era  modern  seperti  saat  ini.  Pihak  yang meragukan tersebut  menyatakan  bahwa hukum adat  adalah  hukum yang tidak tertulis, sehingga jika dibandingkan dengan hukum yang tertulis,  hukum  adat  dinilai  tidak  dapat  memberikan  jaminan kepastian  hukum.  Alasan  lainnya adalah  karena  pada  era  unifikasi hukum, sangatlah sulit memadukan atau memilih hukum adat  yang akan dijadikan patokan. Hal ini berdasarkan fakta bahwa hukum adat di tiap daerah di Indonesia memiliki perbedaan.

Sedangkan  pihak  yang  lain,  masih  mengakui  eksistensi pentingnya peran hukum adat pada era modern ini, mengingat bahwa tidak  selamanya  hukum  tertulis  yang  berupa  perundang-undangan, dapat  selalu  mengikuti  perkembangan  masyarakat.  Ketika  terjadi kesenjangan seperti itu, maka peran hukum adat akan sangat penting, dengan mengacu pada sifat hukum adat yang bersifat dinamis. Peran penting lainnya, hukum adat sebagai hukum yang lahir, tumbuh dan berkembang  di  masyarakat,  adalah  sebagai  sumber  utama  dari penyusunan dan perumusan aturan perundang-undangan yang ada di indonesia hingga kini.



Sumber : DISINI

0 komentar:

Posting Komentar

 
;